Melaksanakan ibadah puasa Ramadhan merupakan kewajiban bagi umat Islam. Ibadah puasa berbeda dengan ibadah lainnya. Hal ini karena puasa sangat bersifat rahasia. Tidak ada yang bisa menilai dan mengetahui puasa seseorang, kecuali dirinya sendiri dan Allah SWT.
Melaksanakan ibadah puasa Ramadhan merupakan
kewajiban bagi umat Islam. Ibadah puasa berbeda dengan ibadah lainnya. Hal ini
karena puasa sangat bersifat rahasia. Tidak ada yang bisa menilai dan mengetahui
puasa seseorang, kecuali dirinya sendiri dan Allah SWT.
Imam Ghazali dalam
kitabnya Ihya Ulumuddin mengkategorikan tingkat puasa menjadi 3, yaitu:
Pertama, Puasa orang awam (orang kebanyakan), Puasa orang awam adalah menahan makan dan minum dan menjaga kemaluan dari godaan syahwat. Menurut Al-Ghazali ini adalah tingkatan puasa yang paling rendah. Hal ini karena dalam puasa ini seseorang hanya menahan dari makan, minum, dan hubungan suami istri. Nabi Muhammad SAW memberikan nasihat:“Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut kecuali rasa lapar dan dahaga.” (HR. Ath Thobroniy)
Kedua, Puasanya orang khusus taitu selain menahan makan, minum dan syahwat juga menahan pendengaran, pandangan, ucapan, gerakan tangan dan kaki dari segala macam bentuk dosa. Puasa ini sering disebut dengan puasa orang-orang saleh.
Ketiga, Puasa yang paling khusus yaitu puasanya hati dari ambisi yang hina serta pikiran-pikiran duniawi serta menahan hati dari segala sesuatu selain Allah secara total. Menurut Al-Ghazali, tingkatan puasa yang ketiga ini adalah tingkatan puasanya para nabi , Shiddiqqiin, dan Muqarrabin. Puasa ini adalah puasa yang menghadap sepenuh tekad kepada Allah dan memalingkan wajah dan hati sejauh mungkin dari yang selain-Nya.
Pertama, Puasa orang awam (orang kebanyakan), Puasa orang awam adalah menahan makan dan minum dan menjaga kemaluan dari godaan syahwat. Menurut Al-Ghazali ini adalah tingkatan puasa yang paling rendah. Hal ini karena dalam puasa ini seseorang hanya menahan dari makan, minum, dan hubungan suami istri. Nabi Muhammad SAW memberikan nasihat:“Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut kecuali rasa lapar dan dahaga.” (HR. Ath Thobroniy)
Kedua, Puasanya orang khusus taitu selain menahan makan, minum dan syahwat juga menahan pendengaran, pandangan, ucapan, gerakan tangan dan kaki dari segala macam bentuk dosa. Puasa ini sering disebut dengan puasa orang-orang saleh.
Ketiga, Puasa yang paling khusus yaitu puasanya hati dari ambisi yang hina serta pikiran-pikiran duniawi serta menahan hati dari segala sesuatu selain Allah secara total. Menurut Al-Ghazali, tingkatan puasa yang ketiga ini adalah tingkatan puasanya para nabi , Shiddiqqiin, dan Muqarrabin. Puasa ini adalah puasa yang menghadap sepenuh tekad kepada Allah dan memalingkan wajah dan hati sejauh mungkin dari yang selain-Nya.
Umumnya
puasa yang kita lakukan termasuk kategori puasa orang awam yakni hanya menahan
haus dan lapar saja. Agar puasa awam bisa ditingkatkan ke kategori khusus, Said
Hawwa yang mendatabburi pemikiran Al-Ghazali menyebutkan setidaknya ada 6
syarat:
1.
Menjaga pandangan dari hal tercela dan dibenci. Pandangan
yang dimaksud adalah pandangan yang dapat menimbulkan syahwat, pandangan yang
dapat, membuat hati marah, pandangan yang memicu iri dan kedengkian serta
segala pandangan yang dapat mengganggu hati dan melalaikan dari mengingat
Allah.
2.
Menjaga lisan. Ini adab puasa yang sangat sering kita
dengar namun sangat sulit mengerjakanya. Jika pandangan diibaratkan Nabi
sebagai panah beracun maka lisan tak lain adalah sabetan pedang yang dapat
membunuh dan merusak. Hal ini didapat dari lisan yang berbicara hal tak
berguna, lisan yang berdusta, membicarakan aib orang (ghibah), serta lisan
yang memfitnah dan mengadu domba. Tentu saja lisan yang demikian akan merusak
pahala puasa. Karenanya diam adalah pilihan terbaik, atau menggunakan lisan dengan
zikir dan membaca al-Quran. Bahkan Nabi mengajarkan jika ada orang yang
mengajak bertengkar serta berdebat yang dapat memicu lisan mengeluarkan
kata-kata buruk, katakanlah, “Sesunguhnya saya sedang berpuasa, saya sedang
berpuasa.”
3.
Menjaga pendengaran. Jika kita dapat menahan lisan untuk
tidak berkata hal yang buruk dan tercela, maka telinga juga mesti ditahan untuk
tidak mendengarkan hal-hal buruk. Telinga juga mesti dilatih mendengarkan
perkataan mulia sesering mungkin yang dididapat dari mendengar nasihat,
Al-Quran, serta perkataan berguna di majelis-majelis ilmu.
4.
Menahan anggota tubuh dari perbuatan dosa. Menahan
tangan dan kaki dari perbuatan yang dibenci serta menahan perut memakan makanan
yang syubhat saat berbuka. Sungguh tidak berguna apabila di siang hari kita
menahan diri dari makanan dan minuman yang halal namun berbuka dengan barang
yang syubhat atau bahkan haram. Ibarat membangun sebuah istana tapi kemudian
dilanjutkan dengan menghancurkan sebuah kota.
5.
Memakan makanan halal secara berlebihan ketika berbuka
juga sangat berbahaya. Tujuan puasa ialah melatih kesabaran, namun hal tersebut
menjadi tidak relevan jika pada saat berbuka nafsu dilepas untuk memakan
makanan segala makanan. Said Hawwa mengungkapkan, memakan makanan halal ketika
berbuka seperti memakan obat saat sedang sakit. Obat hanya baik jika dikonsumsi
sedikit dan seperlunya dan sangat berbahaya jika dikonsumsi secara berlenihan.
6.
Hal yang terakhir dalam hal menaikkan derajat puasa
menuju puasa khusus adalah menambatkan hati antara cemas dan harap sebab tak
ada yang mengetahui apakah puasa kita diterima atau tidak oleh Allah SWT. Hal
ini dapat menghindarkan hati dari riya beramal karena merasa sudah berpuasa
lantas merasa menjadi orang saleh padahal tidak tahu sama-sekali puasanya
diterima atau tidak.
Demikianlah
6 Rahasia Meningkatkan Puasa. mari jadikan Ramadhan ini Ramadhan
terbaik kita. Jangan lupa bantu share agar semakin banyak yang
mengetahui 6 Rahasia Meningkatkan Puasa. baca juga berbagai artikel
menarik lainya di Catatan Sinine.
COMMENTS